Pengantar :
Karena sudah menjadi polemik di kalangan masyarakat minangkabau seputar tradisi uang jemputan, maka ~ padusi ~ mencoba meluruskan tradisi itu dalam suatu kebiasaan masyarakat yang lebih elegant, dengan mengangkat suatu pandangan seorang pria Minangkabau yang berasal dari Pariaman tentang asal usul tradisi ini. Padusi mengedit pandangan beliau dari sebuah milis orang minangkabau menjadi sebuah artikel yang berjudul ” Riwayat Tradisi Uang Jemputan.
Meskipun demikian, mengingat praktek tradisi ini tidak semua berlaku di wilayah Ranah Minangkabau, maka sebagai tradisi, pemberian uang jemputan itu – tetaplah dikatakan sebagai bukan adat. Untuk lebih jelasnya pahamilah pemikiran penulisnya.
Riwayat Tradisi Uang Jemputan
Oleh : Arman Bahar Malin Bandaro
Bedakah masing-masing UANG JEMPUTAN – UANG HILANG ? Umumnya masyarakat yang awam tentang kedua istilah ini menyamakan saja antara “Uang Jemputan ” dengan “Uang Hilang”. Padahal tidak semua orang Pariaman mengerti tentang masalah ini. Di milist RantauNet justru Mak Syamsir Alam yang bukan “Ughang Piaman” lah yang telah menjelaskan dengan tepat dan lugas bahwa tradisi uang jemputan yang hangat di diskusikan di milist itu sebenarnya malah bukan pada lingkup uang jemputan tetapi sebenarnya adalah masuk kedalam ranah “Uang Hilang” dan “Uang Dapua” atau “Uang Asok” . Uang ini benar benar hilang atau tidak akan dikembalikan kepada fihak keluarga anak daro.
Pada awalnya uang jemputan ini berlaku bagi calon menantu yang hanya bergelar Sutan, Bagindo dan Sidi dimana ketiga gelar ini diwariskan menurut nasab atau garis keturunan ayah atau patriachat.
Dengan demikian di Pariaman berlaku 2 macam gelar, yaitu
– yang satu gelar dari ayah
– yang satu lagi gelar dari mamak,
hanya saja gelar dari Mamak, terpakai adalah gelar Datuak dan gelar Malin saja, misalnya dapat kita contohkan pada seorang tokoh minang yang berasal dari Pariaman, yaitu Bapak Harun Zein (Mantan Mentri Agraria dan Gubernur Sumbar). Beliau mendapat gelar Sidi dari ayahnya dan mendapat gelar Datuak Sinaro dari Ninik Mamaknya. Sehingga lengkaplah nama beliau berikut gelarnya Prof. Drs. Sidi Harun Alrasyid Zein Datuak Sinaro (dari persukuan Piliang) .
Lantas siapakah mereka pemegang gelar yang 3 itu?
· Gelar Sutan dipakaikan kepada mereka yang bernasab kepada petinggi atau bangsawan Istano Pagaruyuang yang ditugaskan sebagai wakil raja di Rantau Pasisia Piaman Laweh. Ingat konsep luhak ba-panghulu – Rantau ba Rajo, seperti :
– Rajo Nan Tongga di Kampuang Gadang Pariaman,
– Rajo Rangkayo Basa 2×11 6 Lingkuang di Pakandangan,
– Rajo Sutan Sailan VII Koto Sungai Sariak di Ampalu,
– Rajo Rangkayo Ganto Suaro Kampuang Dalam,
– Rajo Tiku di Tiku dll
· Gelar Bagindo dipakaikan kepada mereka yang bernasab kepada para Petinggi Aceh yang bertugas didaerah Pariaman. Ingatlah bahwa wilayah Pariaman – Tiku pernah dikuasai oleh kerajaan Aceh dizaman kejayaan Sultan Iskandar Muda.
· Gelar Sidi diberikan kepada mereka2 yang bernasab kepada kaum ulama (syayyid), yaitu penyebar agama Islam didaerah Pariaman
KOMENTAR